Jelajah Tiga Daulah – Journey to Andalusia

Journey to Andalusia

Judul: Jelajah Tiga Daulah – Journey to Andalusia

Pengarang: Marfuah Panji Astuti

Penerbit: Bhuana Ilmu Populer, 2017

Halaman: 190

Aku termasuk orang yang tidak menyukai sejarah. Kenapa? Karena buku-buku sejarah itu membosankan. Namun, saat sejarah dikemas dalam bentuk cerita, aku amat menyukainya dan muncul keinginan untuk mencari tahu lebih banyak tentang sejarah yang aku baca. Apalagi kalau yang dibahas adalah sejarah Islam. Nah, buku ini salah satunya.

Buku ini merupakah kisah dari pengalaman sang penulis saat menjelajah daerah-daerah yang dulunya dikuasai oleh salah satu daulah terkemuka dalam sejarah Islam, yaitu Umayyah. Dahulu daerah itu dikenal dengan Andalusia, namun kini lebih dikenal dengan sebutan Spanyol, Portugal, dan Prancis (hanya sebagian Prancis, sih, yang termasuk ke dalam daerah Andalusia).

Meski sedikit membingungkan karena alurnya yang maju mundur (kadang berada di zaman kini saat penulis menjelajah, kadang pergi ke zaman dahulu saat sejarah itu sedang diciptakan), tetapi buku ini oke banget untuk dibaca. Mungkin kebingungan itu hanya berlaku padaku, karena aku termasuk orang yang suka pusing kalau baca buku yang suka pindah-pindah waktu/masa.

Dari buku ini aku jadi tahu fakta-fakta sejarah yang sebenarnya. Misalnya sejarah tentang  Masjid Cordoba yang arah bangunannya sedikit menyimpang dari kiblat (yang bisa ditemukan pada halaman 73). Sejarah setempat menuturkan bahwa Abdurahman I yang karena dendam kepada Bani Abbasiyah lalu membuat arah kiblat masjid tidak menghadap ke Ka’bah melainkan agak menyerong agar tidak sama dengan yang dilakukan Daulah Abbasiyah di Baghdad. Padahal info ini salah. Sesungguhnya  Abdurahman I melakukan itu karena arah kiblatnya menghadap ke gereja di dekatnya. Jika masjid dibangun sesuai arah kiblat, maka gereja harus dihancurkan. Untuk menghindari ini, maka masjid dibuat sedikit menyerong, namun mihrab dan shaf di dalamnya tetap menghadap ke Ka’bah.  Atau, tentang Thariq bin Ziyad yang dalam sejarah dituturkan bahwa dia membakar semua kapalnya saat menyerang Spanyol agar pasukannya tidak punya pilihan lain selain berperang. Padahal ini adalah fakta yang telah dimodifikasi. Dari penuturan penulis, pembakaran itu sebenarnya tidak terjadi. Islam bisa menang karena memang pasukannya memiliki tekad kuat, meski jumlah mereka lebih sedikit dibanding pasukan musuh. Namun, setelah kucari lebih jauh lagi, fakta ini sendiri masih debatable di kalangan ulama. Ya, paling tidak aku jadi tahu bahwa ada fakta lain tentang pembakaran kapal ini.

Selain itu, aku juga mendapat informasi menarik di luar sejarah Islam. Seperti kisah yang diceritakan guide setempat kepada penulis tentang perilaku para turis yang pernah dipandunya. Misalnya turis Korea yang selalu terburu-buru tetapi tidak pernah lupa untuk mengucapkan annyeong haseyo. Atau turis Jepang yang membatasi segala hal hanya dalam waktu 5 menit.

Dan, di bab-bab terakhir, sebagaimana buku referensi perjalanan, kita bisa menemukan informasi terkait cara tempuh dan yang harus dilakukan untuk dapat pergi ke negara-negara Andalusia, serta tip bagi traveler muslim.

Letters to Sam

letter to sam

Judul: Letters to Sam

Pengarang: Daniel Gottlieb

Penerbit: Gagasmedia, 2011

Halaman: 218

 

Buku ini merupakan kumpulan surat yang ditulis seorang kakek berkursi roda untuk cucu kesayangannya yang menderita autisme. Surat yang ditulis sang kakek bukanlah surat biasa, melainkan surat penuh makna yang berisi pelajaran berharga mengenai kehidupan. Melalui surat ini, sang kakek berharap bahwa cucunya dapat menjalani kehidupannya dengan tegar, dan menemukan jalan dari permasalahan yang akan dihadapinya kelak. Karena sang kakek tahu bahwa akan banyak rintangan yang dihadapi cucunya di masa depan karena penyakit yang dideritanya.

Buku ini benar-benar menginspirasi. Dengan membaca setiap surat yang ditulis sang kakek, kita akan belajar hal baru tentang kehidupan. Kita pun bisa melihat bagaimana perasaan mereka yang “berbeda” (cacat, lumpuh, hingga memiliki kejiwaan yang berbeda) dari manusia umumnya saat diperlakukan berbeda. Kita akan belajar, meski berbeda, mereka tetaplah manusia yang layak diperlakukan dengan baik dan penuh kasih. Bahkan, jika melihat lebih dalam, kita akan melihat bahwa berkat merekalah kita akan merasa damai, tenteram, dan bahagia. Mengapa? Karena kita diberi kesempatan oleh mereka untuk berbuat baik serta memberikan kasih sayang dan cinta dengan sepenuh hati. Dari sanalah kebahagiaan sejati berasal.

“Acapkali kita berusaha menghindari hal-hal yang bisa menampakkan kerapuhan kita sehingga kita jadi sering berpura-pura. Namun, hanya dengan berhenti berpura-pura bahwa kau berani atau kuat, maka kau bisa mendorong orang lain untuk menunjukkan kebaikan yang ada dalam diri mereka.” hlm. 56

“Karena ‘label’ yang dilekatkan pada kita, beberapa orang takut mendekati kita. Beberapa yang lain menjadi berhati-hati ketika berbicara atau memberikan kepercayaan kepada kita. Dengan cedera tulang belakangku dan autisme yang kau miliki, kita terlihat berbeda dan bertindak berbeda. Tapi, kita juga bisa mengajari orang lain bahwa apa pun yang terjadi dengan tubuh atau pikiran kita, jiwa kita akan tetap utuh.” hlm. 71